Ini malam Senin. Setelah satu setengah hari menikmati hari bebas tanpa tuntutan rutinitas, dan besok harus bertemu hari yang katanya berat. Untung aja minggu ini giliranku masuk shift siang, jadi besok tak perlu bersusah payah melawan dinginnya pagi di Hari Senin.
Buktinya, udah jam sepuluh lewat dua puluh dua menit aku masih terjaga. Tak seperti hari-hari kemarin yang udah terlelap sebelum jam delapan. Namun, tak tau lagi aku harus ngapain? Semua kegiatan yang udah direncanakan di akhir pekan ini udah terlaksana semua.
Hehe, baru kali ini. Kegiatan akhir pekan bisa berjalan sesuai rencana. Biasanya sih, ada satu atau dua kegiatan yang terlewatkan, malahan tidak terlaksana semuanya. Sekarang semua kegiatan itu telah selesai, termasuk jadwal tidur siang udah terpenuhi.
Lantas mau ngapain malam ini? Aku masih tetap terjaga di ruang ini, masih juga belum memejamkan mata menuju ke alam mimpi buruk maupun indah. Menulis novel baru? Emmmm, sepertinya itu belum waktu yang tepat.
Okelah, aku ngaku, aku sedang mengalami writer's block untuk menulis novel baru. Padahal premis, sinopsis, plot karakter, dan alur udah dirancang. Tapi masih tetap terkena writer's block. Apa mungkin aku kurang yakin dengan ceritanya atau gimana? Aku sendiri juga nggak tau.
Mungkin ini waktunya yang tepat untuk menyendiri, berdialog dengan hati, tentang rencana apa yang aku dilakukan di kemudian hari? Target apa aja yang terdekat? Beli motor. Itu target paling terdekat, bulan Mei harus bisa beli, walaupun bekas yang penting motor.
Tapi, masalahnya uang tabunganku semakin terkuras. Entah pengeluaranku semakin boros, atau uang ganjiku yang berkurang, karena sedikitnya waktu lembur. Aah, bicara soal lembur aku jadi dilema.
Memang lembur itu menyenangkan, gaji yang di-transfer ke rekening bertambah banyak dibanding gaji sesungguhnya, dan pastinya bisa bertahan hingga akhir bulan, bahkan bisa disisihkan 20% untuk nabung beli motor.
Tapi kalau kebanyakan lembur ya capek juga, aku sempat sakit parah hingga lima hari off kerja gara-gara kecapekan. Hingga akhirnya uang gaji + lembur yang harusnya masuk ke dalam tabungan reksadana, sebagian harus berlabuh ke klinik kesehatan. Huuft, memang hidup banyak pilihan, juga banyak resikonya.
Oke, ini udah jam sebelas malam. Dan aku masih sibuk berdiskusi dengan hati. Bibir mulai berkecap, indra perasa mulai muncul rasa keasam-asaman. Pertandaku sebagai pecandu sedang membutuhkan sebatang rokok.
Mulailah aku membongkar bungkus-bungkus rokok yang tergeletak di meja dekat asbak, sial sekali aku tak menemukan sebatang rokok pun. Baru sadar, empat batang rokok telah habis sedari sore.
Okelah, aku harus beli. Melihat uang di dompet hanya menyisakan dua lembar uang lima ribuan, dan tiga lembar sepuluh ribu. Cukup, aku ambil lima ribu aja untuk beli dua batang rokok.
Aku juga nggak bisa memahami ini ya, kenapa aku nggak bisa berhenti merokok. Terasa sulit bagiku seorang pecandu rokok sejak SMP kelas satu. Dulunya sih aku pernah berhenti total tidak merokok, ketika aku berada di bangku SMK kelas tiga, sampai aku lulus mulai kerja di percetakan, mengikuti magang jurnalistik di salah satu kantor surat kabar, hingga kerja di studio foto. Terhitung selama dua tahun aku berhenti merokok.
Tapi, setelah aku keluar dari studio dan keluarga mengajakku pindah ke Gorontalo. Aku kembali aktif merokok. Jujur, karena kebangkrutan keluarga yang membuatku gagal meraih impian, dan membuatku kembali aktif merokok lagi. Hanya sebagai penenang sih, tapi lama-lama jadi candu juga.
Hingga kini aku kembali ke Jawa, bekerja di Malang dan ngekos di sana. Aktifitas merokokku bukannya semakin berkurang malah semakin gila. Bagaimana mana tidak? Seorang pria berusia dua puluh tiga tahun sepertiku ini, bisa menghabiskan sebungkus rokok isi enam belas dalam sehari. Duuuh, memang bener-bener gila sih.
Tapi, aku nggak tau mau bagaimana lagi? Udah melakukan berbagai cara, tapi masih aja nggak bisa. Lidah ini selalu berkecap, dan indra perasa mulai memunculkan rasa keasam-asaman. Dan kembali aku butuh rokok.
Hhhh, entahlah aku harus gimana? Dan kini lihatlah, waktu udah menujukan jam dua belas lebih, malam semakin berlarut, aku pun masih belum terlelap. Masih duduk di tas kasur, dengan sebatang rokok yang berada di antara dua jemariku, asap-asap yang mengepul memenuhi ruangan. Sesekali aku menghisap dan menghembuskannya, bersamaan dengan napas-napas keresahanku.
Sampai kapan aku seperti ini? Bisa tenang, tanpa harus ada sebatang rokok di tangan.
0 Komentar